Laman

Senin, 15 Agustus 2011

Jarimah Qishash Dan Diyat

PENDAHULUAN

Jarimah merupakan ilmu tentang hukum yang berkaitan dengan perbuatan tindak pidana dan hukumannya, misalnya pembunuhan, merusak atau menghilangkan anggota tubuh orang lain. Sedangkan untuk hukuman yang dikenakan terdapat tingkatan-tingkatan yang terperinci misalnya pada kasus pembunuhan. Tingkatan-tingkatan hukuman ini disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan.
Dalam islam melakukan tindak pidana dapat dikenakan sanksi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Hal ini yang sering disebut dengan qishash. Selain itu juga ada hukuman yang mewajibkan pihak terpidana untuk membayar denda kepada pihak yang teraniaya dan hal ini sering disebut dengan diyat.
Dalam makalah ini akan dibahas dimana qishash adalah hukuman yang secara aplikasinya harus dilaksanakan balasan yang setimpal atau seimbang dengan nilai yang dilakukan pembunuh, apabila hukuman itu tidak dapat dilakukan atas dasar alasan tertentu maka dapat diganti dengan hukuman diyat yaitu membayar denda dari perbuatan pembunuhan dengan persetujuan ahli waris dari korban.


PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Pengertian Jarimah
Di dalam hukum pidana islam ada dua kata ynag mempunyai makna yang hampir sama namun sesungguhnya berbeda yaitu kata jinayah dan jarimah. Menurut pengertian yang penulis pahami, jinayah adalah delik yang berkaitan dengan perlukaan terhadap anggota tubuh sedangkan jarimah adalah semua tindak kejahatan. Dalam Al Qur’an istilah yang digunakan untuk tindak pidana adalah jarimah dan bukan jinayah.
Pengertian jarimah yang dikemukakan oleh Imam Al Mawardi adalah:
الجرائم محظورات شرئية زجر الله تعالى عنها بحد او تعزير
“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had dan ta’zir”
2. Pengertian Qishash
Qishash berasal dari kata “qaseha” yang artinya dia memutuskan atau dia mengikuti jejak buruannya, dan karenanya ia bermakna sebagai hukum balas (yang adil) atau pembalasan yang sama atas pembunuhan yang telah dilakukan. Pengertian tersebut digunakan untuk arti hukuman, karena orang yang berhak atas qishash mengikuti dan menelusuri tindak pidana pelaku. Qishash juga diartikan keseimbangan dan kesepadanan. Sehingga qishash dapat diartikan memberikan balasan kepada pelaku kejahatan sesuai dengan kejahatan yang telah diperbuatnya itu.
3. Pengertian Diyat
Hukuman qishash untuk pembunuhan sengaja adalah hukuman pokok. Apabila hukuman tersebut tidak dapat dijalankan, karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukuman penggantinya adalah hukuman diyat untuk qishash.
Kata Ad Diyat dengan tanpa tasydid “ya” adalah jamak dari kata “diyah” asal kata diyah itu adalah widyun dengan kasrah “waw”, masdar dari kata “wada” misalnya dalam kalimat “wadal Qatila yadi-hi” apabila diberikan dendanya kepada walinya. Kata “widyun” dibuang fa’ul kalimat lalu diganti “ta” ta’nits sehingga menjadi diyah.
Diyat adalah harta benda yang wajib diyunaikan oleh sebab tindak kejahatan, kemudian diberikan pada si korban kejahatan atau walinya.

B. Dasar Hukum Qishash dan Diyat
1. Dasar Hukum Qishash
Para ulama’ dalam hal ini mengambil rujukan untuk menyandarkan hukum qishash. Sebagaimana dalam firman Allah SWT antara lain:
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. Al Baqarah: 178)
Dalam ayat ini, islam telah mengurangi kengerian. Pembalasan dendam yang yang berkesumat dan bahkan lebih. Kesamaan dalam pembalasan ditetapkan dengan rasa keadilan yang ketat, tetapi ini memberikan kesempatan jelas bagi perdamaian dan kemampuan.
Menurut ayat ini bahwa masalah balas bunuh itu ada beberapa macam
a. Seorang laki-laki merdeka kalau membunuh seorang laki-laki merdeka, maka wajib dia dibunuh
b. Seorang hamba jika membunuh seorang hamba maka wajib dia dibunuh
c. Seorang perempuan merdeka jika dia membunuh seorang perempuan merdeka maka wajib dai dibunuh
d. Seorang hamba jika membunuh seorang merdeka, maka wajib dia dibunuh serta tuannya wajib memberi diyat kepada waris orang merdeka yang terbunuh itu
e. Seorang merdeka jika membunuh seorang hamba, maka wajib dia dibunuh tetapi tuan dari si hamba harus membayar diyat kepada waris si merdeka yang dibalas bunuh itu
f. Seorang perempuan jika membunuh seorang laki-laki merdeka, maka wajib dia dibunuh serta waris si wanita itu wajib membayar diyat kepada waris si laki-laki yang terbunuh itu
g. seorang laki-laki merdeka kalau membunuh seorang perempuan, maka dia wajib dibunuh, tetapi waris si perempuan itu wajib memberi diyat kepada waris si laki-laki yang di balas bunuh itu
Barang siapa mendapatkan sebagian pengampunan dari pihak waris si mati maka lepas dia dari hukum balas bunuh. Tetapi dia wajib menyerahkan diyat kepada ahli waris si mati. Karena itu merupakan satu kelonggaran dan rahmat dari Allah. Sehingga jika melanggar batas (melakukan pembunuhan lagi) maka niscaya akan mendapat siksa yang pedih di akhirat.
“Dan tentang (menjalankan hukuman) qishash itu ada (keselamatan) nyawa buat kamu, hai orang-orang yang mempunyai fikiran. Supaya kamu terpelihara (dari pada kejahatan)”
Allah memberikan hukuman yang berat untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum. Memang hukuman terhadap orang salah terutama adalah untuk menakut-nakuti masyarakat, agar jangan terjadi lagi perbuatan seperti itu. Hal inilah salah satu bukti bahwa kecintaan dan keadilan Allah dalam mejaga umat manusia agar dapat hidup rukun dan sejahtera. Sehingga semua hal yang kelihatannya menakutkan bukan berarti itu akan merusak peradaan manusia.

“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishash) nya maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang zalim” (QS Al-Maidah:45)
Sedangkan hadist nabi yang digunakan sebagai rujukan sebagai dasar hukum jarimah qishash adalah dari Ibnu Mas’ud ia berkata: telah bersabda rasullulah saw: “tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya saya rasullulah, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: duda yang berzina(zina muhshan), membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jama’ah.” Muttafaqun alaih

2. Dasar Hukum Diyat
Untuk dasar hukum dari diyat kita dapat menyimak sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam surat An Nisa’ ayat 92

“...... dan barang siapa membunuh orang mukmin dengan tiak sengaja, maka hendaklah dia memerdekakan seorang hamba yang mukmin (kafarat) serta membayar denda (diyat) kepada keluarga yang telah terbunuh kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah.” (QS An Nisa’: 92)

C. Pandangan dalam perspektif syariat Islam
Perbuatan membunuh orang adalah sebesar-besar dosa selain ingkar, maka oleh karena kejinya perbuatan ini, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum. Allah yang maha Adil dan Mengetahui memberikan balasan yang layak (setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukum berat di dunia atau dimasukkan ke dalam neraka nanti di akhirat
Dalam firman Allah yang tercantum dalam Al Qur’an

“Barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahanam, kekal ia didalamnya, Allah murka kepadanya, serta dikutukiNya dan disediakan-Nya siksa yang berat”. (QS An Nisa’: 93)
Selain itu juga dijelaskan dalam surat Al Baqarah: “Hai orang orang yang beriman, diwajibkan atas kamu melakukan qishash (balasan yang sama dengan perbuatan) sebab membunuh orang” (QS Al Baqarah: 178)
Bagi orang yang membunuh tergantung tiga macam hak terhadapnya yaitu hak Allah, hak ahli waris dan hak yang telah dibunuh. Apabila dia tobat dan menyerahkan dirinya kepada ahli waris (keluarga yang dibunuh) maka ia terlepas dari hak Allah dan hak ahli waris

D. Macam-macam Qishash
Dalam buku yang berjudul The Islamic justic system pada bagian Quesas Crimes disebutkan pembagian qishash sebagai berikut:
1. Pembunuhan
2. Pembunuhan serupa dengan pembunuhan disengaja
3. Pembunuhan tidak sengaja
4. Pemutungan atau perlukaan tubuh dengan sengaja
5. Pemutungan atau perlukaan tubuh dengan tidak sengaja
Untuk secara praktisnya qishash dikategorikan menjadi dua yaitu pembunuhan dan deretan. Dalam pembunuhan baik disengaja maupun yang tidak disengaja dijadikan dalam satu kategori meskipun dalam qishash sanksinya berbeda. Dan yang berhak mengajukan tuntutan adalah wali korban (dalam pembalasan darah) dan kerabat dekat menurut hukum waris. Karena qishash mempertimbangkan pelanggaran hak dari individu serta menjadi dasar untuk memenuhi dan mengganti kerugian korban atau keluarganya.
Sedangkan yang masuk dalam kategori deretan adalah kejahatan badan yang serius atau luka permanen pada seseorang. Dan selain itu teknik pemeriksaan badan juga termasuk pada kategori deretan.
Dalam pelanggaran pembunuhan yang dilarang dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
1. Menurut Imam Malik, pembunuhan dibagi menjadi dua:
 Pembunuhan sengaja
 Pembunuhan karena kesalahan
2. Menurut Jumhur Fuqaha, pembunuhan dibagi menjadi tiga
 Pembunuhan sengaja
 Pembunuhan menyerupai sengaja
 Pembunuhan karena kesalahan
Sedangkan pembunuhan menurut fuqaha yang digariskan ada dua macam bila dipandang melalui unsur-unsur pembunuhannya:
1. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan melawan hukum
2. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan tidak melawan hukum seperti membunuh orang murtad, atau pembunuhan yang dilakukan oleh algojo yang diberi tugas melakukan hukuman mati, seperti hukuman potong leher (pancung).
Pada kasus pembunuhan yang disengaja, pembunuh wajib di qishash kecuali jika dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.
Sedangkan pembunuhan yang menyerupai (seperti disengaja) seperti sengaja memukul orang tetapi dengan alat yang tidak mematikan, kemudian orang tersebut mati karena pukulan tersebut. Dalam hal ini tidak wajib qishash hanya mewajibkan membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, diangsur dalm tiga tahun.
Pada pembunuhan karena tidak sengaja misalnya seseorang melontarkan sesuatu barang yang tidak disangka akan kena orang lain sehingga menyebabkan orang itu mati. Hukum pembunuhan initidak wajib qishash, hanya wajib membayar denda (diyat) yang ringan.
Dalam kejahatan badan yang serius atau perlukaan permanen terhadap seseorang ini juga telah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Maidah ayat 45 bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishash)nya maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Dalam ayat ini sudah diterangkan dengan jelas bahwa semua tindak kejahatan terhadap bagian tubuh ada balasannya (qishash) yang akan dikenakan terhadap orang yang melakukan kejahatan tersebut. Selama luka atau kerugian akhibat kejahatan yang ditimbulkan dapat diukur dan dihitung. Jika luka yang ditimbulkan tidak dapat dihiting maka akan diberlakukan hukum diyat.
Dalam tindak kejahatan terhadap anggota badan ini (selain jiwa) dapat dikasifikasikan menjadi beberapa bagian:
1. Penganiayaan terhadap anggota badan atau semacamnya
Tindakan perusakan terhadap anggota badan dan anggota lain yang disetarakan dengan anggota badan baik berupa pemotongan atau perlukaan.
2. Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya masih tetap utuh
Tindakan yang merusak dari manfaat anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. Yang termasuk dalam golongan ini adalah menghilangkan daya pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan lidah, kemampuan berbicara, bersetubuh dan lain-lain
3. Asy-Syajjaj
Perlukaan khusus pada bagian muka dan kepala
4. Al-Jirah
Perlukaan terhadap anggota badan selain wajah, kepada dan athraf
5. Tindakan selain yang tersebut di atas
Yang termasuk dalam golongan ini adalah setiap tindakan pelanggaran yang tidak sampai merusak athraf atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula menimbulkanluka. Sebagai contoh dapat dikemukakan, seperti pemukulan pada bagian muka atau bagian badan tetapi tidak sampai menimbulkan luka melainkan hanya memar, muka merah atau terasa sakit.
Sedangkan dalam buku “The Penal Law of Islam” pada bagian kesebelas pembagian qishash terhadap tindak kejahatan terhadap anggota badan (selain jiwa) terhadap jenis hukuman yang dikenakan dibedakan menjadi:
1. Untuk anggota tubuh yang tunggal seperti hidung, hukum yang dikenakan adalah hukum darah (qishash), seperti pada kasus pembunuhan
2. Untuk anggota tubuh yang berpasangan seperti tangan, hukum yang dikenakan setengah dari hukum darah (qishash)
3. Untuk anggota tubuh yang terdiri dari sepuluh seperti jari tangan, hukum yang dikenakan adalah persepuluh dari hukum darah (qishash)
4. Hukuman terhadap penganiayaan atau perlukaan wanita yang sehat adalah setengah dari hukuman penganiayaan atau perlukaan terhadap laki-laki
5. Untuk penganiayaan terhadap seorang budak, hukum yang dikenakan sesuai dengan nilai budak tersebut
6. Selain dari lima golongan diatas atau penyengsaraan terhadap hidup hukum yang digunakan adalah hukum darah (qishash)

E. Hukuman Qishash Dapat Diganti Dengan Diyat
Diyat dalam pembunuhan yang disengaja merupakan bukan hukuman pokok, melainkan hukuman pengganti dari qishash jika qishash tidak dapat dilaksanakan atau dihapuskan dengan sebab-sebab tertentu, misalnya karena hal tersebut dikehendaki oleh ahli waris yang terbunuh.
Jenis hukuman yang dibayar dengan diyat menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik ada tiga, yaitu 100 ekor unta, 1000 dinar dalam emas atau 12 ribu dirham dalam perak. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan qoul qodim sama dengan pendapat Imam Abu hanifah dan Imam Malik. Namun dalam qoul Jadid yang merupakan diyat adalah unta saja, sementara emas dan perak hanyalah diqiyaskan pada harga pasaran unta tersebut.
Adapun para pengikut mazhab Hanafi mengatakan, bahwa diyat bisa diperpanjang waktu pembayarannya dalam masa tiga tahun, hal ini diperlakukan untuk pembunuhan selain bermotivasi sengaja.
Hukuman pembunuh dapat dilihat pada proses pembunuhan yang dilakukan, maka ulama’ fuqaha berpendapat serta diyat yang harus dikeluarkan adalah sebagai berikut:
1. Pembunuhan dengan sengaja
Diyat (denda) yang harus dikeluarkan oleh pembunuh ini, menurut para pakarfiqh dapat dibagi menjadi empat
a. 25 ekor unta jantan yang berumur 2 tahun
b. 25 ekor unta betina yang berumur 3 tahun
c. 25 ekor unta jantan yang berumur 1 tahun
d. 25 ekor unta betina yang berumur 2 tahun
Hal diatas adalah menurut versi kitab al Mughni oleh Abi Muhammad bin Ahmad juz VII, sedang dalam kitab Bulughul maram disitu ditambahkan dengan jumlah yang sama, namun unta jantan yang berumur empat tahun

2. Pembunuhan menyerupai sengaja
Diyat yang harus dikeluarkan oleh orang yang melakukan pembunuhan ini sama dengan sengaja namun dalam tiap tahunnya membaya sepertiga unta dalam waktu tiga tahun
3. Pembunuhan karena kesalahan
Diyat yang harus dikeluarkan disini dapat dibagi dalam tiga tahun
a. 20 ekor unta betina yang berumur 2 tahun
b. 20 ekor unta jantan yang berumur 2 tahun
c. 20 ekor unta betina yang berumur 3 tahun
d. 20 ekor unta jantan yang berumur 3 tahun
Diyat untuk selain jiwa juga dibeda-bedakan. Bilamana seseorang merusak anggota tubuh tunggal atau yang berpasangan, maka ia wajib membayar diyat sepenuhnya. Jika merusak salah satu anggota tubyh tang berpasangan maka membayar diyat setengah. Hal ini juga berlaku pada tiap ruas jari yang diyatnya adalah pertigapuluh tiap ruas jari.
Diyat merusak manfaat anggota tubuh juga berbeda-beda sesuai dengan anggota tubuh tunggal atau anggota tubuh berpasangan seperti halnya diyat organ tubuh di atas.
Untuk diyat seorang wanita adalah setengah dari diyat seorang laki-laki. Sedangakan diyat untuk janin yang mati dalam kandungan karena tindakan kejahatan yang menimpa ibunya, baik secara sengaja maupun kesalahan, dan ibunya tidak mati maka wajib diyat baginya. Bila janinnya laki-laki maka diyatnya adalah seratus ekor unta dan bila perempuan diyatnya lima ratus ekor unta.

KESIMPULAN

Qishash adalah hukuman atau pembalasan sepadan yang diberikan kepada tindak pidana yang diperbuat. Sedangkan diyat adalah pemberian suatu harta benda dengan ketentuan tertentu yang diberikan kepada pihak ahli waris orang yang telah teraniaya sebagai ganti atas qishash yang telah ditangguhkan karena sebab yang diperbolehkan syara’.
Qishash dalam pembagiannya dapat dibedakan menjadi:
4. Pembunuhan
5. Pembunuhan serupa dengan pembunuhan disengaja
6. Pembunuhan tidak sengaja
7. Pemutungan atau perlukaan tubuh dengan sengaja
8. Pemutungan atau perlukaan tubuh dengan tidak sengaja

Sedangkan pembagian diyat di bagi menjadi dua yaitu:
1. Diyat ringan
2. Diyat berat

DAFTAR PUSTAKA


A. Hasan, tafsir Al Furqon,Jakarta:guru persatuan islam,1978

Abdur Rahman, Shari’ah The Islamic Law, Kuala Lumpur: A.S Noordeen, 1984

Abi Muhammad bin Ahmad, Al Mughni, juz VII Dar Al Fikr

Abu Al-Hasan Al Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Mushthafa Al-Baby Al-Halaby, mesir, cet III, 1975,

Al-Astqolany, Bulughul Maram, Dar al Kutub al fikr, Beirut

Bassiouni, M Cherif, The Islamic Criminal Justic System, oceana publication.inc, london: rome newyork

H Sulaiman Rasjid, Al-Fiqh Al Islam, Bandung: Sinar Baru, 1990

Hasbi ash-Shidiqi dkk, 1971, Al Qur’an dan Terjemahnya, Madinah: Mujamma’ khadim al-haramain asy-syarafain

Ibnu Hajar, al Asqalani, Bulughul Al Maram Min Adilat Al-Ahkam, Beirut: Al-Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubra

Iqbal Siddiqi, M., The Penal Law Of Islam, (Delhi: Shah Offset Printer, 1994)

Schacht Joseph, An Introduction To Islamic Law, Oxfort At The Clarendon Press, London

Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, juz III, Beirut: Dar al-Fikr, 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar