Laman

Minggu, 28 Maret 2010

Wirausahawan Sukses

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tiada merugi. QS Fathir {35}:29

Ada seorang pengusaha sukses di Indonesia yang memulai karirnya dengan membuka sebuah bisnis makanan dan kini telah merambah seluruh tanah air dengan puluhan outlet dan cabangnya. Dalam tempo اyang tidak terlalu lama, usaha makanan lezat yang ia rintis berkembang dengan begitu menggurita. Masyarakat pun banyak menggandrungi makanan yang disajikan oleh ‘brand’ restoran miliknya.

Suatu saat pernah, beliau menjadi sponsor utama sebuah seminar zakat yang diadakan di kota Medan. Usai menyampaikan materi seminar, para pembicara diajak untuk menikmati santap siang di salah satu restoran milik sang pengusaha.

Ketika santap makan siang berlangsung, salah seorang pembicara menyela dengan sebuah pertanyaan kepada pemilik restoran, "Pak, boleh dong berbagi cerita kiat sukses merintis bisnis kayak begini. Sepertinya bapak gak terlalu lama membangun bisnis ini tapi kok langsung menggurita sampai seluruh tanah air. Apa sih rahasianya?" Sambil tersenyum penuh rasa syukur, pengusaha ini menjawab dengan nada yakin: "Pak Ustadz, sama seperti pengusaha lain, saya merintis ini dengan jatuh-bangun. Namun, sejak saya bertekad untuk menaikan zakat saya hingga 5% dari penghasilan. Subhanallah… Allah berkenan memberikan rezeki yang melimpah kepada saya, keluarga dan semua orang yang terlibat dalam usaha ini." Ia menambahkan, "Saya amat percaya, semakin banyak kita membantu Allah, Dia pun akan lebih banyak lagi akan memberikan balasannya kepada kita. Dan itu telah kami rasakan kebenarannya!"

Allahu Akbar… Allah Maha Besar… Dia mampu untuk memberikan balasan yang begitu berkah bagi hamba-Nya yang mau berniaga kepada-Nya.

Itu cerita dari pulau Sumatera, tepatnya di kota Medan. Lain lagi kisah seorang pengusaha berkah dari Provinsi Jawa Tengah. Banyak usaha yang ia tangani. Mulai dari percetakan, penerbitan, institusi pendidikan, pelayanan haji & umrah, yayasan-yayasan social, dan banyak lagi. Bagi saya, jumlah usaha & kegiatan yang beliau tangani sulit dihitung dengan jari. Terakhir saya dengar, beliau tengah membangun sebuah hotel syariah di bilangan kota yang cukup strategis dengan biaya miliaran rupiah. Hal yang lebih membuat kagum adalah…, semua usaha yang beliau bangun berjalan dengan lancar dan memberi hasil yang tidak sedikit.

Subhanallah…, dengan keterbatasan waktu yang dimiliki, beliau amat terampil untuk mengelola semua usahanya. Saya penasaran untuk mengetahui rahasia kesuksesan di balik itu semua. Sampai pada akhirnya, salah seorang staffnya bercerita kepada saya bahwa beliau selalu menginfak-an hampir 30% dari penghasilannya di jalan Allah Swt.

Kala krisis moneter, perusahaan percetakan miliknya hampir bangkrut sama seperti usaha yang lain. Sebuah kebijakan yang ia tempuh terdengar aneh saat itu. Para karyawannya yang berjumlah ratusan, tidak ia rumahkan. Bahkan beliau tambahkan gaji mereka. Sehingga membuat karyawan tersebut senang, tidak resah dengan harga bahan pokok yang menggila pada saat itu, dan akhirnya…. mereka pun berdoa untuk kebaikan pemilik usaha. Subhanallah… siapa yang suka memberi, ia pasti akan diberi. Oleh siapa, ya… oleh Sang Maha Pemberi, Al Wahhab!

Perniagaan yang tiada merugi… itulah salah satu jaminan bagi orang yang suka berinfak.

Cobalah simak hadits 567 bab 60 dalam kitab Riyadhus ShalihinI! Di sana Nabi Saw berkisah, ada seorang petani di Madinah… ia berdiri di antara kebun kurmanya yang kering kekurangan air. Pohon tidaklah subur, sementara buah-buahan tidak muncul dengan baik. Ia khawatir, bila kekurangan air maka kebun tidak akan memberi hasil maksimal untuk kebutuhan hidup ia dan keluarga. Ia menengadah ke arah langit. Kedua tangannya, ia angkat setinggi mungkin seraya merapal lafal-lafal doa kepada Allah agar kebunnya diberi air hujan.

Tak lama sejak itu, Allah mengirimkan awan untuk berkumpul. Beriringan sedikit demi sedikit, awan berkumpul dengan cukup lebat di atas kebunnya. Sang petani tersenyum kegirangan. Dalam hatinya, ia berucap… "Allah mengabulkan doa & permintaanku tadi!" Namun sebaliknya yang terjadi. Terdengar olehnya sebuah suara yang berasal dari langit dan berbunyi, "Wahai awan, pergilah ke tanah si Fulan…!"

Maka berjalanlah awan ke arah lain, ke tempat yang tidak diketahui oleh si petani yang baru saja berdoa. Kekesalan membuncah dalam batin sang petani. "Mengapa hujan tidak jadi turun di tanahku?" gumamnya. Ia pun penasaran. Ia berlari dan terus berlari. Mengikuti kemana awan akan berhenti dan menurunkan air yang dikandungnya.

Sampai di suatu tempat yang subur… daunnya rimbun… dan memiliki air yang banyak. Awan pun berhenti dan mencurahkan segala air yang berada di dalam perutnya. Si petani menatap keheranan…, tatkala dilihatnya ada seorang pria bersahaja yang sedang berdoa syukur kepada Tuhan karena telah memberi rahmat pada tanahnya.

Saat itu, si petani memanggil nama si pemilik tanah. Sang pemilik tanah merasa heran lalu bertanya, "Saudara, dari mana Anda tahu namaku?" "Itulah saudaraku, aku sendiri ingin bertanya sebaliknya, amalan apa yang membuat usahamu begitu berkah hingga namamu ku dengar dari suara langit yang memerintahkan awan untuk menurunkan hujan di sini…, di tanahmu!" Subhanallah! Bukankah ini sebuah prestasi hebat, hingga membuat nama seseorang disebut di langit?

Si pemilik tanah mencoba menjawab pertanyaan petani, "Saudara, belum ada orang yang aku beritahukan tentang amalan yang aku kerjakan sehingga membuahkan hasil sedemikian. Namun karena engkau telah tahu sebagian rahasia ini… dan juga karena engkau telah menanyakannya, maka tak layak bagiku untuk merahasiakannya lagi." "Ceritakanlah padaku, wahai Saudara!" gegas si Petani sebab penasaran.

"Rahasianya mungkin adalah…. Setiap kali kebun dan tanah ini memberi hasil, hanya sepertiga darinya yang aku makan. Sepertiganya lagi aku kembalikan kepada tanah ini sebagai tambahan modal. Lalu sepertiganya lagi, aku berikan kepada Allah Swt sebagai infakku di jalannya. Itulah amalan rutin yang aku kerjakan sehingga membawaku pada hasil yang sedemikian."

Subhanallah….! Pemilik tanah tersebut memberikan sepertiga dari penghasilannya untuk Allah Swt. Tak pelak, Allah Swt pun memuliakannya. Saudaraku…, bila dalam merintis usaha, perniagaan, perdagangan atau apapun yang kita lakukan… bila kita sering mengalami kerugian, kebangkrutan, kredit macet dan lain sebagainya yang dapat membuat usaha kita mengalami kemunduran. Maka…, cobalah resep di atas! Insya Allah, Anda akan merasakan apa yang mereka rasakan, yaitu Perniagaan yang Tiada Merugi Disebabkan Infak di Jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selamat Mencoba! 

http://fhea.wordpress.com/2008/03/02/wirausahawan-sukses/

Rahasia Memulai Bisnis Tanpa Modal

Menjadi pertanyaan, mungkinkah memulai bisnis tanpa modal? Mungkin saja! Anda hanya perlu rahasianya. Sudah banyak orang sukses berbisnis tanpa modal berupa cash money yang besar. Sebut saja Purdi E. Chandra dengan jaringan Primagamanya. Purdi hanya mengandalkan kemampuan melobinya, sekaligus kecerdikan untuk memulai usaha. Anda pun bisa melakukannya!

Rahasia #1: Lakukan bisnis jasa

Saat mencari ide usaha, Anda dapat memilih: menjual barang atau jasa. Menjual barang memerlukan banyak modal. Anda perlu membeli barang lebih dulu dan kemudian dijual kembali. Contohnya pada bisnis ritel, membuat toko kelontong, grosiran sembako. Atau memproduksi barang dulu baru lalu menjualnya, seperti usaha roti, konveksi garmen. Belum lagi kalau barang tidak laku. Berapa modal yang tak kembali? Berbeda dengan bisnis jasa. Anda benar-benar bisa memulai dari modal dengkul. Bisnis ini tidak membuat Anda mengeluarkan banyak biaya! Contohnya Purdi, dengan memulai bisnis bimbingan belajar. Bermula dari 2 siswa dan menempati salah satu ruang rumah kontrakannya, siapa mengira kalau bisnis ini bisa berkembang menggurita.

Rahasia #2: Hemat Biaya

Anda tidak ingin menghabiskan banyak uang, bukan? Karena itu, jaga agar pengeluaran Anda sedikit. Cara terbaik untuk menjaga overhead tetap rendah adalah memulai bisnis dari rumah. Anda bisa menghemat biaya untuk sewa kantor, membayar resepsionis, membayar pajak, izin usaha, dan lain-lain. Jangan berasumsi kalau bisnis rumahan hanya kacangan. Banyak bisnis raksasa dimulai dari rumah: Amazon.com, Microsoft, Xeroc, The Body Shop, Martha Tilaar.

Rahasia #3: Jangan masukkan semua telur dalam satu keranjang

Anda mungkin sudah bekerja sebagai karyawan, saat memutuskan untuk berwirausaha. Mundur dari pekerjaan saat mengawali usaha dari nol mungkin kurang bijaksana. Anda kehilangan sumber penghasilan, sementara usaha Anda belum memberikan hasil yang nyata. Karena itu, pertahankan pekerjaan sembari Anda memulai usaha, Mulailah bisnis paruh waktu. Bila kemudian usaha Anda tampak berkembang, Anda boleh melepaskan pekerjaan sebagai karyawan.

Rahasia #4: Lihat kebutuhan pasar

Ini adalah aturan utama bisnis. Anda harus menawarkan jasa yang dibutuhkan oleh banyak orang dan mereka bersedia membayarnya. Membuat usaha jasa memotong rumput dan pohon, bagus, tetapi jika Anda berada di tengah kota di mana banyak rumah tanpa halaman, siapa yang akan memakai jasa Anda? Karena itu, lakukan riset pasar. Saat ini ada banyak usaha jasa yang bisa dilakukan. Anda suka menulis? Buka jasa penulisan entah biografi, web content, ghostwriter, company profile, dan sebagainya. Suka menggambar dan desain? Bikin jasa desain iklan, website, cover buku, atau ilustrator. Bahkan suka omong pun bisa dijadikan ladang usaha. Jadi presenter, misalnya. Yang jelas, pastikan ada konsumen yang membutuhkan jasa Anda.

Anda telah mengetahui rahasianya. Jika Anda melakukannya, peluang sukses Anda akan jauh lebih besar. Selamat berusaha!



Oleh: Dessy Danarti

Penulis buku "Dari Hobi menjadi Hoki" (Penerbit Andi, 2005)

Sumber: www.beritanet.com

Sejarah Theologi Islam

Lahirnya teologi dalam Islam adalah tergolong unik. Pasalnya teologi Islam bukan lahir dari persoalan agama, melainkan justru dari persoalan politik yaitu dimulai ketika Rasulullah meninggal dunia pada tahun 632 M. Selanjutnya dalam sejarah Islam, teologi Islam terbagi dalam periode sebagai berikut:
1. Periode klasik (650-1250 M)
Teologi yang berkembang di era klasik ini adalah teologi sunnatullah atau teologi yang berdasarkan pada hukum alam (natural law). Teologi natural pada prinsipnya keberimanan yang berdasarkan hanya pada rasio, teologi ini kajiannya murni filsafat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Sehingga produk teologi yang dihasilkan adalah teologi yang dibangun berdasarkan argumen-argumen logis-rasional.
Ciri-ciri teologi natural (sunnatullah) ini adalah :
- kedudukan akal yang tinggi
- kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan.
- kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur’an dan Haditas yang sedikit sekali jumlahnya.
- Percaya pada adanya sunnatullah dan kausalitas
- mengambil dari metaforis dari tek wahyu
- Dinamika dalam sikap dan berpikir.
Lahirnya teologi sunnatullah atau natural ini didukung oleh lahirnya iklim dialog antara dunia Islam dengan alam pemikiran Yunani. Ketika dunia Islam mulai bersentuhan dengan peradaban Yunani, maka rasionalisme mulai bergeliat dalam dunia Islam. Semangat rasionalisme yang ada dalam filsafat inilah yang dijadikan oleh para pemikir Islam untuk membangun teologi.
Periode klasik ini secara umum terbagi menjadi dua. Pertama adalah periode klasik (650-1000) yaitu periode zaman di mana daerah Islam mulai meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan di Persia sampai mke India di Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, dan kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa inilah berkembang dan maju pesat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang coraknya bermacam-macam seperti fiqh, filsafat, sufusme dan termasuk teologi. Dari periode ini ulama –ulama fiqh yang mucul seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama yang lahir adalah Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu Huzail, Al-Nizam dan Al-Jubai.
Kedua adalah fase disintegerasi (1000-1250 M). Di masa ini persatuan dan kesatuan umat Islam mulai mengalami kemunduran. Konflik politik seringkali melanda sehingga menyebabkan Baghdad berhasil dikuasasi oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.
Teologi di abad klasik ini termasuk teologi Qadariyyah. Paham ini terkenal dengan nama free wil, dan free act. Artinya manusia mempunyai kebebasan atau kemerdekaan dalam menentukan hidupnya. Seluruh prestasi yang dihasilkan oleh manusia bukanlah dari Tuhan melainkan dari manusianya sendiri karena manusia diyakini mempunyai kekuatan dan kapabelitas untuk menghasilkan prestasi tersebut.
Teologi sunnatullah atau Qadariyyah ini bukan sekedar beroreintasi pada kehidupan akhirat, melainkan juga mempunyai target dunia. Oleh karena itu, di era Qadariyah ini, di samping basis keimanan umat Islam karena ditopang oleh rasionalisme, bidang-bidang lain seperti ekonomi, politik dan sejenisnya mengalami kemajuan pesat.
2. Periode Pertengahan ((1250-1800 M)
Di era pertengahan ini Islam justru mengalami era kegelapan (the darkness age). Setelah Timur berhasil dihancur leburkan oleh kengiskhan dan hulaghu khan, maka hampir semua literatur –literatur Islam di bawa oleh para penjajah tersebut ke Barat sementara sebagian yang lain telah mereka bakar.
Karena perhatian dan apresiasi terhadap ilmu pengetahuan atau filsafat rendah, maka teologi yang berkembang pada periode pertengahan ini adalah teologi Jabariyyah. Ciri-ciri teologi ini adalah:
- Kedudukan akal rendah
- Ketidakbebasan dalam kemauan dan perbuatan
- Kebebasan berpikir yang diikat oleh banyak dogma
- Ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas
- Terikat pada arti literal al-Qur’an dan Hadits
- Statis dalam sikap dan berpikir
Dalam teologi Jabariyyah yang statis dan fatalistik ini, berlaku sebuah keyakinan bahwa manusia tidak mempunyai kehendak, tidak mempunyai kekuasaan dan tidak mempunyai pilihan; manusia dalam perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Namun karena seperti yang telah disinggung di atas, bahwa karena teologi Islam adalah lahir dari masalah politik, maka di dalam paham ini sebenarnya kuat sekali tendensi politiknya. Hal ini nampak sekali pada penguasa daulah Umayyah di Damaskus. Seolah-olah karena didorong oleh keperluan membela sahabat utsman Bin Affan, tetapi yang pasti itu hanyalah sekedar topeng belaka, kepentingan utamanya adalah untuk kepentingan politiknya sendiri.
3. Abad Modern (1800 dan seterusnya)
Untuk merealisasikan semangat teologi tersebut, maka pada abad ke 19 mulai didirikan sekolah-sekolah moderrn gaya Barat di Mesir, Turki dan India. Di sekolah-sekolah ini semangat ilmiah mulai dihidupkan kembali. Pola berpikir yang rasional, filosofis dan ilmiah mulai dibudayakan. Namun meskipun demikian, program dan tawaran para mujadid untuk kembali ke teologi sunnatullah yang mengedepankan rasionalitas itu dalam realitas empiriknya tidak mendapat apresiasi oleh seluruh umat Islam di dunia. Masih banyak masyarakat muslim yang justru menentang modernitas. Mereka justru berusaha untuk tertutup dan tak bersedia menyerap nilai-nilai modernitas. Namun usaha para mujadid awal seperti Muhammad Abduh dan kawan-kawan untuk kembali ke teologi Sunnatullah tetap ada hasilnya. Dengan digaungkannya teologi sunnatullah untuk mengimbangi peradaban modern Barat itu, produktifitas dan kreatifitas umat Islam mulai meningkat kembali meskipun itu masih jauh dari Barat

PENGERTIAN JUAL BELI

PENGERTIAN JUAL BELI
Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan.

DASAR HUKUM
Jual beli disyariatkan di dalam Alquran, sunnah, ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Alquran, 2:275)

KLASIFIKASI JUAL BELI
Jual beli dibedakan dalam banyak pembagian berdasarkan sudut pandang. Adapun pengklasifikasian jual beli adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan Objeknya
Jual beli berdasarkan objek dagangnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.
2) Jual beli as-Sharf (Money Changer), yaitu penukaran uang dengan uang.
3) Jual beli muqayadhah (barter), yaitu menukar barang dengan barang.

b. Berdasarkan Standardisasi Harga
1) Jual Beli Bargainal (tawar menawar), yaitu jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang dijualnya.
2) Jual Beli Amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan modal barang yang dijualnya. Dengan dasar ini, jual beli ini terbagi menjadi tiga jenis:
a) Jual beli murabahah, yaitu jual beli dengan modal dan keuntungan yang diketahui.
b) Jual beli wadhi’ah, yaitu jual beli dengan harga di bawah modal dan kerugian yang diketahui.
c) Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan menjual barang sama dengan harga modal, tanpa keuntungan atau kerugian.
d) Cara Pembayaran

Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam:

1) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).
2) Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah).
3) Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
4) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

SYARAT SAH JUAL BELI
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
• Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
• Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.
• Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

Juzaf (Jual Beli Spekulatif)
Juzaf ialah menjual barang yang bisa ditakar, ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa ditakar, ditimbang atau dihitung terlebih dahulu. Contoh hal ini adalah seseorang yang menjual setumpuk makanan, setumpuk pakaian atau sebidang tanah tanpa mengetahui kepastian ukurannya.
Jual beli ini disyariatkan sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar Ra. bahwa ia menceritakan, “Kami biasa membeli makanan dari para kafilah dagang dengan cara spekulatif. Lalu Rasulullah saw melarang kami menjualnya sebelum kami memindahkan dari tempatnya.” (HR. Muslim).
Hadits ini mengindikasikan bahwa para sahabat sudah terbiasa melakukan jual beli juzaf (spekulatif), sehingga hal itu menunjukkan bahwa hal tersebut dibolehkan.
Namun demikian, agar jual beli juzaf ini diperbolehkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Para ulama Malikiyah menyebutkan persyaratan tersebut sebagai berikut:
• Baik pembeli dan penjual sama-sama tidak mengetahui ukuran barang dagangan. Kalau salah satunya tahu, jual beli itu tidak sah.
• Jumlah barang dangangan jangan banyak sekali sehingga sulit diprediksikan, atau sedikit sekali sehingga mudah dihitung.
• Tanah tempat meletakkan barang dagangan tersebut harus rata, sehingga tidak terjadi unsur kecurangan dalam spekulasi.
• Barang dagangan harus tetap dijaga dan kemudian diperkirakan jumlah atau ukurannya ketika terjadi akad.
Namun demikian, terdapat pengecualian, tidak boleh menjual komoditi riba fadhl dengan jenis yang sama secara spekulatif, seperti menjual satu tandum kurma dengan satu tandum kurma yang lain. Hal ini dikarenakan kaidah dalam jual beli komoditi riba fadhl, “Ketidaktahuan akan kesamaan sama saja dengan mengetahui adanya perbedaan (ketdaksamaanya).”

Sebab-sebab Dilarangnya Jual Beli
Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:
a. Berkaitan dengan objek
1) Tidak terpenuhniya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual anak binatang yang masih dalam tulang sulbi pejantan (malaqih) atau yang masih dalam tulang dada induknya (madhamin).
2) Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan sebagainya.
3) Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.
b. Berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual beli
1) jual beli yang mengandung riba
2) Jual beli yang mengandung kecurangan.
Ada juga larangan yang berkaitan dengan hal-hal lain di luar kedua hal di atas seperti adanya penyulitan dan sikap merugikan, seperti orang yang menjual barang yang masih dalam proses transaksi temannya, menjual senjata saat terjadinya konflik sesama mulim, monopoli dan sejenisnya. Juga larangan karena adanya pelanggaran syariat seperti berjualan pada saat dikumandangkan adzan shalat Jum’at.
Akan tetapi, kemungkinan yang paling banyak tersebar dalam realitas kehidupan adalah sebagai berikut:
• Objek jual beli yang haram.
• Riba.
• Kecurangan, serta;
• Syarat-syarat yang menggiring kepada riba, kecurangan atau kedua-duanya.

7. Jual Beli yang Bermasalah
a. Jual Beli yang Diharamkan
1) Menjual tanggungan dengan tanggungan
Telah diriwayatkan larangan menjual tanggungan dengan tanggungan sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi dari Ibnu ’Umar Ra.[9] Yaitu menjual harga yang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga. Misalnya, menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang berhutang dengan jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguguran. Ini adalah bentuk riba yang paling jelas dan paling jelek sekali.
2) Jual beli disertai syarat
Jual beli disertai syarat tidak diijinkan dalam hukum Islam. Malikiyah menganggap syarat ini sebagai syarat yang bertentangan dengan konsekuensi jual beli seperti agar pembeli tidak menjualnya kembali atau menggunakannya.
Hambaliyah memahami syarat sebagai yang bertentangan dengan akad, seperti adanya bentuk usaha lain, seperti jual beli lain atau peminjaman, dan persyaratan yang membuat jual beli menjadi bergantung, seperti ”Saya jual ini kepadamu, kalau si Fulan ridha.”
Sedangkan Hanafiyah memahaminya sebagai syarat yang tidak termasuk dalam konsekuensi perjanjian jual beli, dan tidak relevan dengan perjanjian tersebut tapi bermanfaat bagi salah satu pihak.
3) Dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli
Tidak dibolehkan melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi, namun terdapat perbedaan dalam aplikasinya sebagai berikut:
 Jual beli dengan dua harga; harga kontan dan harga kredit yang lebih mahal. Mayoritas ulama sepakat memperbolehkannya dengan ketentuan, sebelum berpisah, pembeli telah menetapkan pilihannya apakah kontan atau kredit.
 Jual beli ’Inah, yaitu menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, lalu si penjual membelinya kembali dengan pembayaran kontan yang lebih murah.

4) Menjual barang yang masih dalam proses transaksi dengan orang atau menawar barang yang masih ditawar orang lain. Mayoritas ulama fiqih mengharamkan jual beli ini. Hal ini didasarkan pada larangan dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim, ”Janganlah seseorang melakukan transaksi penjualan dalam transaksi orang lain. Dan janganlah seseorang meminang wanita yang masih dipinang oleh orang lain, kecuali bila mendapat ijin dari pelaku transaksi atau peminang yang pertama.”
5) ’Orang kota menjual barang orang dusun.’ Yang dimaksud dengan istilah ini adalah orang kota yang menjadi calo bagi pedagang orang dusun.[15] Rasulullah saw bersabda: ”Janganlah orang kota menjualkan komoditi orang dusun. Biarkan manusia itu Allah berikan rizki, dengan saling memberi keuntungan yang satu kepada yang lain.” (HR. Muslim)
6) Menjual anjing. Dalam hadits Ibnu Mas’ud, Rasulullah telah melarang mengambil untung dari menjual anjing, melacur dan menjadi dukun (HR. Bukhari). Kalangan Syafi’iyah dan Hambaliyah menganggap tidak sah menjual anjing apapun, baik dipelihara (untuk berburu) maupun tidak. Sedangkan, Malikiyah membolehkan menjual anjing kelompok yang pertama dengan hadits: ”Rasulullah mengharamkan hasil jualan anjing, kecuali anjing buru.” (HR. An-Nasa’i).
7) Menjual alat-alat musik dan hiburan. Mayoritas ulama mengharamkan semua lat-alat hiburan dan alat-alat musik yang diharamkan.
Jual beli saat adzan Jum’at dikumandangkan. Allah swt berfirman: ”Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (Alquran, 62: 9). Adzan yang dimaksud adalah adzan ketika khatib naik mimbar. Parameter diharamkannya jual beli ini adalah bahwa orang yang melakukan transaksi adalah orang yang wajib shalat Jum’at, mengetahui larangan tersebut dan tidak dalam kondisi darurat. Jika keduanya tidak wajib shalat Jum’at, maka tidak apa-apa. Namun jika salah satunya wajib, keduanya berdosa.

b. Jual Beli yang Diperdebatkan
1) Jual beli ’Inah. Yaitu jual beli manipulatif agar pinjaman uang dibayar dengan lebih banyak (riba). Mayoritas ulama mengharamkannya tanpa pengecualian, sedangkan Imam as-Syafi’i membolehkannya jika tidak disepakati sebelumnya.
2) Jual beli Wafa. Yakni jual beli dengan syarat pengembalian barang dan pembayaran, ketika si penjual mengembalikan uang bayaran dan si pembeli mengembalikan barang. Menurut pendapat ulama tujuan dari jual beli ini adalah riba yang berupa manfaat barang.
3) Jual beli dengan uang muka. Yaitu dengan membayarkan sejumlah uang muka (urbun) kepada penjual dengan perjanjian bila ia jadi membelinya, uang itu dimasukkan ke dalam harganya. Jika tidak terjadi, urbun menjadi milik penjual. Mayoritas ulama membolehkan jual beli seperti ini, jika diberi batasan menunggu secara tegas.
4) Jual beli Istijrar. Yaitu mengambil kebutuhan dari penjual secara bertahap, selang beberapa waktu kemudian membayarnya. Mayoritas ulama membolehkannya, bahkan bisa jadi lebih menyenangkan bagi pembeli daripada jual beli dengan tawar menawar.