Laman

Kamis, 23 September 2010

NIAT

Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadits mutawatir sbb:
“Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat, dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya”. (HR Bukhari Muslim)

Niat adalah kesadaran untuk mempersatukan kegiatan otak kiri dan kanan sehingga menghasilkan rasa sambung dalam sholat maupun ibadah yang lain.

Sekarang kata “niat” berubah pengertiannya menjadi “membaca niat”, misalnya aku berniat sholat, aku berniat wudhu dan lain-lain. Niat dengan perngetian ini tidak akan membawa dampak apa-apa terhadap perbuatan yang dilakukan. Seperti halnya ketika seseorang mengangkat karung berisi beras 50 kg, tidak mungkin ia hanya mengatakan “aku berniat mengangkat karung berisi beras 50 kg”. Ia akan mengangkat dengan serius. Bersamaan dengan itu, pikirannya berpadu dalam satu kemauan penuh. Berbeda dengan orang yang mengangkat dengan sekedarnya. Sikapnya tampak tidak ada semangat sehingga orangnya melihat pasti mengatakan “Gimana sih, ngangkat kok nggak niat”. Artinya teguran itu menunjukkan, bahwa niat merupakan pekerjaan yang penuh kesadaran antara pikiran, hati dan perbuatan. Jika ketiganya telah bekerja sama, maka terjadilah kekuatan yang menghasilkan sebuah tindakan yang baik.

Dalam islam, niat itu merupakan landasan yang paling penting dalam setiap perbuatan ibadah yang kita lakukan.
Sering kita mendengar kata “niat” untuk mengawali setiap perbuatan. Niat merupakan landasan moral dari sebuah perbuatan, karena niat akan menentukan nilai baik atau buruk dan diterima atau tidaknya suatu perbuatan. Niat merupakan dasar dan bentuk bagi sebuah perbuatan, dimana perbuatan itu sendiri adalah juga isi dari sebuah niat.
Sebagai dasar dan bentuk, ia baru dapat dipahami dengan jelas bila isinya diikutsertakan bersama. Keduanya saling mengisi dan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Paduan antara nilai etis dan perbuatan sebagai pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang disebut moral. Di dalam istilah fikih, niat diartikan qashdu syai muqtarinan bifi’lihi, merupakan suatu perbuatan dengan kesadaran penuh (consiousnes).

Hal yang selalu mengusik pemikiran seseorang dalam menentukan pengertian niat adalah, apakah niat itu hanya pada awal suat perbuatan, sebagai syarat sahnya perbuatan tersebut, atau berniat itu adalah melakukan perbuatan dengan penuh kesadaran sepanjang perbuatan itu berlangsung?.

Mari kita coba dan pelajari ilustrasi perbuatan berikut ini:
Ambil sebuah gelas, isi dengan air hingga penuh rata sampai bibir gelas tanpa tutup. Lalu berjalanlah dengan membawa gelas tersebut. Jagalah agar jangan sampai air tumpah sedikitpun.
Apakah yang terjadi!

Anda akan merasakan bagaimana tubuh anda bekerja bersamaan dengan kesadaran untuk terus menjaga agar air itu tidak tumpah, sehingga tubuh akan mengikuti gerak kesadaran kita. Anda akan memperhatikan dengan kesadaran (niat) agar objek itu tidak lepas dari pandangan anda. Secara otomatis, anda akan mengabaikan suasana yang hiruk pikuk, karena saat itu perhatian dan pikiran anda berada dalam satu kesatuan menjaga gelas tadi.

Itulah niat! Niat bukanlah sebuah bacaan atau mantra tetapi suatu perbuatan yang didalamnya terdapat kesadaran penuh yang mengalir.

Agama menyaratkan niat sebagai control nilai, apakah ia berada dalam kesadaran ihsan atau tidak, sehingga kadang kala Allah menegur kita saat beribadah: mengapa kita melakukannya dengan pikiran terpecah (riya’)!. Niat kita terkadang berubah pada waktu berlangsungnya ibadah kepada Allah. Misalnya pada saat kita melakukan shalat, ditengah kita bersujud ternyata pikiran kita tidak turut bersujud malah melayang jauh menuju angan-angan.

Niat menurut pengertian fiqh, yaitu menyengaja melakukan suatu perbuatan dengan penuh kesadaran. Maka aktifitas otak kiri (logika) dan otak kanan (holistic) berpadu menghasilkan kekuatan (daya) yang luar biasa.

“Niat bukanlah sebuah bacaan atau mantra terapi suatu perbuatan yang di dalamnya terdapat kesadaran penuh yang mengalir”.